BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Strategi Modeling
Menurut Bandura (1986), strategi modeling adalah suatu strategi dalam
konseling yang menggunakan proses belajar melalui pengamatan terhadap model dan
perubahan perilaku yang terjadi karena peniruan. Menurut Nelson (1995),
strategi modeling merupakan strategi pengubahan perilaku melalui pengamatan
perilaku model. Pery dan Furukawa (dalam Cormier, 1985) mendevinisikan modeling
sebagai proses belajar observasi, dimana perilaku individu atau kelompok, para
model, bertindak sebagai suatu perangsang gagassan, sikap, atau perilaku pada
orang lain yang mengobservasi penampilan model.
Pengaruh
dari peniruan terhaddap model menurut bandura (dalam Gunarsa, 2001) ada 3 hal,
yaitu:
1. Pengambilan
respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan dalam perilakunya setelah
memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola perilaku yang baru.
2. Hilangnya
respon takut setelah melihat model melakukan sesuatu yang oleh si pengamat
menimbulkan perasaan takut, namun pada tokoh yang dilihatnya tidak berakibat
apa-apa atau akibatnya bahkan positif.
3. Pengambilan
sesuatu respon dari respon-respon yang diperlihatkan oleh tokoh yang memberi
jalan untuk ditiru.
Dari pengertian beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa modeling
ialah proses belajar atau pengubahan perilaku melalui pengamatan atau observasi yang menunjukkan terjadinya
proses belajar setelah mengamati atau mengobservasi perilaku dari orang lain
atau model. Menurut Nursalim,
(2005:63-64), strategi modeling dapat digunakan membantu klien untuk:
a)
Memperoleh perilaku baru melalui model hidup maupun model simbolik,
b)
Menampilkan perilaku yang sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat
diharapkan,
c) Mengurangi rasa takut dan cemas.
d)
Memperoleh keterampilan sosial,
e) Mengubah perilaku verbal, dan mengobati
kecanduan narkoba.
B.
Macam-macam
Modeling
Macam-macam modeling menurut Corey
(1999):
1.
Model yang
nyata (live model),
Yaitu yang
menjadi model adalah orang-orang yang nyata (misal: konselor, guru, anggota
keluarga atau tokoh lain yang ia kagumi).
2.
Model
simbolik (symbolic model)
Model adalah
tokoh yang dilihat melalui film, video, atau media lain.
3.
Model ganda
(multiple model)
Model ini
hanya bisa diterapkan dalam situasi kelompok, dimana seorang anggota dari suatu
kelompok mengubah dan mempelajari sikap baru setelah ia mengamati bagaimana
orang lain dalam kelompoknya bersikap.
D. TAHAP
BELAJAR MELALUI MODELING
Ada empat tahap belajar melalui
pengamatan perilaku orang lain (modeling),yang dapat dideskripsikan sebagai
berikut (woolfok, 1995) :
1. Tahap Perhatian
(atensi)
Dalam
belajar melalui pengamatan , seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada
suatu model yaitu bahwa perilaku yang
baru tidak bisa diperoleh kecuali jika perilaku tersebut diperhatikan dan
dipersepsi secara cermat. Pada dasarnya proses perhatian (atensi) ini
dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain ciri – ciri dari perilaku yang diamati
dan ciri – ciri dari pengamat. Ciri – ciri perilaku yang mempengaruhi atensi
adalah kompleksitasnya dan relevansinya. Sedangkan ciri pengamat yang
berpengaruh pada proses atensi adalah ketrampilan mengamati, motivasi,
pengalaman sebelumnya dan kapasitas sensori.
2. Tahap Retensi
Belajar melalui pengamatan terjadi
berdasarkan kontinuitas. Dua kejadian yang diperlukan terjadi berulang kali
adalah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolok dari penampilan
itu dalam memori jangka panjang. Jadi untuk dapat meniru perilaku suatu model
,seseorang harus mengingat perilaku yang diamati. Menurut bandura (dalam Dahar,
1989) peranan kata- kata, nama, atau bayangan yang kuat dikaitkan dengan
kegiatan – kegiatan yang dimodelkan sangat penting dalam mempelajari dan
mengingat perilaku. Karena pada dasarnya dalam tahap ini, terjadi pengkodean
perilaku secara simbolik menjadi kode – kode visual dan verbal serta
penyimpanan kode – kode tersebut dalam memori jangka panjang sehingga terjadi
proses kognitif dari pengamat untuk memperoleh gambaran perilaku yang diamati.
3. Tahap Reproduksi
Pada tahap ini model dapat melihat
apakah komponen – komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh pengamat.
Agar seseorang dapat memproduksi perilaku model dengan lancar dan mahir,
diperlukn latiha berulang kali, dan umpan balik terhadap perilaku yang ditiru.
Umpan balik segera mungkin terhadap aspek – aspek yang salah menghindarkan
perilaku keliru tersebut berkembang menjadi kebiasaan yang tak diinginkan.
4. Tahap
Motivasi dan Penguatan
Penguatan memegang peranan dalam
pembelajaran melalui pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan
memperoleh pengutan pada saat meniru tindakan suatu model, maka ia akan lebih
termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat dan memproduksi perilaku
tersebut. Disamping itu, penguatan penting dalam mempertahankan
pembelajaran.
E. DIRI SEBAGAI MODEL
Menurut
Hosford dan Visser (dalam Cormier, 1985) yang dimaksud dengan diri sebagai
model adalah suau prosedur dimana klien melihat dirinya sebagai model dengan
cara menampilkan perilaku tujuan yang diharapkan. Klien menampilkan perilaku
kemudian direkam. Mengapa klien bertindak sebagai model? Beberapa penelitian
pendahuluan menunjukkan bahwa :
-
Karakteristik model seperti prestise,
status, umur, jenis kelamin, dan etnis mempunyai pengaruh yang berbeda pada
klien (bandura, 1969:1971)
-
Bagi beberapa orang, mengamati orang
lain bahkan dengan seseorang yang memiliki karakteristik serupa menimbulkan
reaksi negative (McDonald, 1973)
-
Beberapa orang dapat mengikuti dan
memperhatikan secara lebih baik saat melihat atau mendengarkan diri mereka
sendiri di tape atau kamera (Hosford, Moss dan Morrell, 1976)
Empat
langkah dalam prosedur diri sebagai model, sebagaimana yang dikembangkan oleh
Hosford dan Visser (1974) yang meliputi :
1. Rasional
Perlakuan
Seteah
klien dan konselor meninjau ulang dan perilaku yang ingin diubah melalui
konseling, konselor dapat menyajikan suatu rasional perlakuan terhadap diri
sebagai model bagi klien. Konselor dapat memberikan rasional sebagai berikut :
“apa
yang akan kita lakukan adalah mengubah perilaku kita melalui pengamatan
terhadap diri sendiri bukan pengamatan terhadap orang lain. Caranya, kita akan
membuat rekaman terhadap perilaku yang diharapkan. Selanjutnya, saya akan
memberikan umpan balik terhadap penampilan anda.
Saya
pikIr
dengan melihat tampilan dan latihan diri sendiri, anda akan memperoleh
kemampuan-kemampuan yang diharapkan.”
Konselor dapat menambahkan rasional tersebut, misalnya : “melihat diri
sendiri menampilkan perilaku akan memberikan anda keyakinan bahwa anda mampu
memperoleh kemampuan-kemampuan itu.”
2.
Merekam Perilaku yang diharapkan
Perilaku-perilaku
tujuan direkam terlebih dahulu pada tape recorder atau video. Misal, seorang
klien yang ingin memperoleh kemampuan mengungkapkan opini/pendapat dengan nada
suara yang tegas dan kuat, mengungkap pendapat tanpa kesalahan bicara, memberi
jawaban terhadap pertanyaan orang lain dengan lancar. Kemudian konselor dan
klien mulai merekam klien saat mengungkapkan pendapat kepada orang lain dengan
suara tegas dan kuat. Konselor dapat menganjurkan klien nntuk memperoleh
rekaman perilaku secara langsung di lapangan (in vivo). Keuntungan dari rekaman
ini adalah contoh-contoh perilaku klien yang sebenarnya diperoleh dalam situasi
kehidupan nyata.
Langkah
selanjutnya konselor melakukan editing, konselor akan mengedit rekaman audio
tape atau videotape supaya klien melihat atau mendengar hanya perilaku tujuan
yang tepat. Hosford, dkk (1976) menganjurkan bahwa perilaku yang tidak tepat
dihapus saja dari tape, dan tape hanya berisi jawaban yang diharapkan. Tujuan
editing ini adalah menyediakan klien suatu model yang positif atau yang
meningkatkan diri. Konselor melakukan editing terhadap bagian tape pada saat
klien tidak mengungkapkan pendapat secara tegas dan kuat, dan membiarkan
rekaman yang menunjukkan klien menyatakan pendapat dengan tegas dan kuat. Bagi
klien yang gagap, bagian bicara yang gagap dihapus.
3.
Mendemonstrasikan Tape yang Diedit
Setelah
rekaman diedit, konselor dapat menyajikannya kepada klien. Dengan berkata
“dengarkan dan perhatikan dalam percakapan itu, anda dapat berbicara dengan
lancar tanpa gagap.” Kemudian konselor dan klien memutar tape. Jika rekaman
panjang, dapat dihentikan sewaktu-waktu untuk mendapatkan reaksi klien. Pada
saat dihentikan, konselor dapat memberkan dorongan dan umpan balik yang positif
bagi klien guuna mendemonstrasikan perilaku yang diharapkan. Setelah tape
diputar, klien harus mempraktekkan perilaku yang telah didemonstrasikan dalam
tape. Agar berhasil, konseor memberikan ganjaran dan memperbaiki kesalahan.
4.
Tugas Rumah : Observasi Diri dan Prktek
Ketika
tape yang diedit digunakan secara bersamaan dengan praktek di luar interview,
konselor mengistruksikan kepada klien untuk menggunakan audiotape model diri
sebagai alat bantu tugas rumah dengan mendengarkannya setiap hari. Setelah tape
di putar, klien harus mempraktekkan perilaku target baik secara
sembunyi-sembunyi atau terbuka. Klien dapat pula diinstruksikan untuk
mempraktekkan perilaku tanpa tape. Sebagaimana halnya dengan tugas rumah,
konselor harus mengatur tindak lanjutnya setelah klien menyelesaikan beberapa
bagian dari tugas rumah.
E.
Modeling
Simbolis
Dalam
modeling simbolis, model disajikan melalui bahan-bahan tertulis, audio, video,
film atau slide. Modeling simbolis dapat disusun untuk klien secara individu,
juga dapat distandardisasikan untuk kelompok klien. Unsur-unsur yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan startegi modeling simbolis:
1.
Karakteristik
klien (pengguna model)
Dalam
mengembangkan strategi modeling simbolis, hal pertama yang harus
dipertimbangkan adalah karakteristik klien atau orang-orang yang akan
menggunakan model. Misalnya dalam hal usia, jenis kelamin dan kebiasaan.
Contoh: reeder dan kunce (dalam Cormier, 1985) menggunakan pasien-pasien lama
sebagai model simbolis untuk mengatasi kecanduan narkoba.
2.
Perilaku
tujuan yang akan dimodelkan
Setelah
memahami karakteristik klien, hal kedua yang harus dipertimbangkan dan
ditetapkan konselor adalah perilaku yang akan dimodelkan. Untuk mengetahui
apakah suatu model atau serangkaian model tersebut bisa dikembangkan, konselor
harus menyusun 3 pertanyaan yaitu:
a.
Perilaku-perilaku
apa yang akan dimodelkan?
b.
Apakah
perilaku atau aktivitas itu harus terbagi dalam urutan kemampuan dariyang
kurang komplek ke yang kompleks?
c.
Bagaimana
seharusnya kemampuan itu di atur?
Contoh: Gresman & Nagle (1980) menggunakan anak
perempuan berusia 9 tahun dan anak laki-laki berusia 10 tahun sebagai model
video tape yang memperhatikan kemampuan social seperti partisipasi, kerjasama,
komunikasi, persahabatan, memulai dan menerima secara positif interaksi dengan
teman sebaya.
3.
Media
Media
merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menampilkan suatu model. Media ini
dapat berupa media tulis seperti buku dan komik, serta media audio video.
Pemilihan media ini bergantung pada tempat, dengan siapa dan bagaimana model
itu akan digunakan.
4.
Isi tampilan
atau presentasi
Terdapat 5
hal yang harus termuat dalam naskah yang menggambarkan isi tampilan atau
presentasi modeling, yaitu:
a.
Instruksi
Instruksi merupakan hal yang memuat
penjelasan singkat, yang akan membantu klien untuk mengenali prosedur
pelaksanaan beserta komponen-komponen dari strategi yang akan digunakan.
Instruksi juga dapat menggambarkan tipe dan model yang akan diperankan,
misalnya konselor memberi tahu bahwa “orang yang akan Anda lihat atau dengar
serupa dengan dirimu”.
b.
Modeling
Modeling merupakan bagian yang
menyajikan pola-pola perilaku secara terencana dan berurutan, yang di dalamnya
memuat gambaran tentang perilaku atau aktivitas yang dimodelkan serta
dialog-dialog modelnya.
c.
Praktik
Pengaruh modeling dimungkinkan
menjadi lebih besar jika penampilan model tersebut diikuti dengan kesempatan
untuk praktik. Dalam modeling simbolis kesempatan bagi klien untuk
mempraktikkan apa yang telah mereka baca, dengar atau lihat pada peragaan model
harus ada.
d.
Umpan balik
Setelah klien mempraktekkan dalam
waktu yang cukup memadai, maka umpan balik perlu diberikan. Klien harus dilatih
untuk mengulangi modeling dan mempraktikkan perilaku yang dirasakan masih
sulit.
e.
Ringkasan
Hal yang memuat tentang ringkasan
dari apa yang dimodelkan dan apa pentingnya klien untuk memperoleh
perilaku-perilaku tersebut.
5.
Uji Coba
Uji coba
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan model simbolis yang telah disusun. Uji coba ini dapat dilakukan
pada teman sejawat atau kelompok sasaran. Beberapa hal yang harus diuji cobakan
meliputi penggunaan bahasa, urutan perilaku, model, waktu praktek dan umpan
balik.
F. LANGKAH-LANGKAH MODELING SIMBOLIS.
Ada 5 langkah
dalam modeling simbolis, yaitu:
1.
Rasionel
Pada tahap
ini konselor memberikan penjelasan atau uraian singkat tentang tujuan, prosedur
dan komponen-komponen strategi yang akan digunakan dalam proses konseling.
2.
Memberi
Contoh
Pada tahap
ini konselor memberikan contoh kepada klien berupa model yang disajikan dalam
bentuk video atau media lainnya, dimana perilaku model yang akan diperlihatkan
telah disetting untuk ditiru oleh klien.
3.
Praktek/
Latihan
Pada tahap
ini, klien akan diminta untuk mempraktikkan setelah ia memahami perilaku model
yang telah disaksikan. Biasanya praktik atau latihan ini mengikuti suatu urutan
yang telah disusun. Dalam hal ini, konselor dapat menggunakan 3 kriteria yang
diajukan oleh Lazarus untuk menentukan keberhasilan latihan, yaitu:
1.
Klien mampu
melakukan respon tanpa perasaan cemas.
2.
Sikap/
perilaku klien secara umum mendukung kata-katanya.
3.
Kata-kata
atau tindakan klien tampak wajar dan masuk akal.
4.
Pekerjaan
Rumah
Pada tahap ini
konselor memberikan pekerjaan rumah kepada klien yang berisi tentang 6 komponen
yaitu: apa yang akan dikerjakan oleh klien, kapan perilaku itu harus dilakukan,
dimana tingkah laku tersebut dilakukan, bagaimana mencatat tingkah laku
tersebut dan membawa hasil pekerjaan rumah ke pertemuaan selanjutnya.
5.
Evaluasi
Pada tahap
ini konselor bersama dengan konseli mengevaluasi apa saja yang telah dilakukan,
serta kemajuan apa saja yang telah dirasakan klien selama proses konseling.
Selain itu, konselor juga harus
memberikan motivasi untuk terus mencoba dan mempraktikkan apa yang telah
klien dapat.
BAB III
PENUTUP
A.
kesimpulan
Strategi
modeling adalahsuatustrategidalamkonseling yang menggunakan proses
belajarmelaluipengamatanterhadap model danperubahanperilaku yang
terjadikarenapeniruan.
1 .
Macam-macam modeling menurut Corey (1999):
a.
Model yang nyata (live model),
b.
Model simbolik (symbolic model)
c.
Model ganda (multiple model)
2.
Dalam modeling simbolis, model disajikanmelaluibahan-bahantertulis,
audio, video, film atau slide. Modeling
simbolisdapatdisusununtukkliensecaraindividu,
jugadapatdistandardisasikanuntukkelompokklien.
3.
Unsur-unsur yang harusdiperhatikandalammengembangkanstartegi modeling
simbolis:
1)
Karakteristikklien (pengguna model)
2)
Perilakutujuan yang akandimodelkan
3)
Media
4)
Isi tampilanataupresentasi
5)
Ujicoba
5.
Media
inimerupakanlandasanpembentukanpengertiandengantujuanmempengaruhipenerimapesanuntukbertindaksesuaidengantujuandarikomunikasitersebut.
6.
Lima hal yang harustermuatdalamnaskah yang
menggambarkanisitampilanataupresentasi modeling:
a.
Instruksi d. UmpanBalik
b.
Modeling e. Ringkasang
c.
Praktik
7. Langkahdalam
modeling simbolis, yaitu:
1)
Rasionel 4) PekerjaanRumah
2)
MemberiContoh 5) Evaluasi
3)
Praktek/ Latihan
sangat membantu sekali informasinya, bisa minta sumber bukunya dari mana? saya lagi penelitian terkait dengan materi modleing
BalasHapus