Jumat, 07 Februari 2014

makalah modeling



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Strategi Modeling
Menurut Bandura (1986), strategi modeling adalah suatu strategi dalam konseling yang menggunakan proses belajar melalui pengamatan terhadap model dan perubahan perilaku yang terjadi karena peniruan. Menurut Nelson (1995), strategi modeling merupakan strategi pengubahan perilaku melalui pengamatan perilaku model. Pery dan Furukawa (dalam Cormier, 1985) mendevinisikan modeling sebagai proses belajar observasi, dimana perilaku individu atau kelompok, para model, bertindak sebagai suatu perangsang gagassan, sikap, atau perilaku pada orang lain yang mengobservasi penampilan model.
Pengaruh dari peniruan terhaddap model menurut bandura (dalam Gunarsa, 2001) ada 3 hal, yaitu:
1.     Pengambilan respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan dalam perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola perilaku yang baru.
2.     Hilangnya respon takut setelah melihat model melakukan sesuatu yang oleh si pengamat menimbulkan perasaan takut, namun pada tokoh yang dilihatnya tidak berakibat apa-apa atau akibatnya bahkan positif.
3.     Pengambilan sesuatu respon dari respon-respon yang diperlihatkan oleh tokoh yang memberi jalan untuk ditiru.
Dari pengertian beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa modeling ialah proses belajar atau pengubahan perilaku melalui pengamatan  atau observasi yang menunjukkan terjadinya proses belajar setelah mengamati atau mengobservasi perilaku dari orang lain atau model.  Menurut Nursalim, (2005:63-64), strategi modeling dapat digunakan membantu klien untuk:
a) Memperoleh perilaku baru melalui model hidup maupun model simbolik,
b) Menampilkan perilaku yang sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat diharapkan,
c)  Mengurangi rasa takut dan cemas.
d) Memperoleh keterampilan sosial,
e)  Mengubah perilaku verbal, dan mengobati kecanduan narkoba.



B.     Macam-macam Modeling
Macam-macam modeling menurut Corey (1999):
1.      Model yang nyata (live model),
Yaitu yang menjadi model adalah orang-orang yang nyata (misal: konselor, guru, anggota keluarga atau tokoh lain yang ia kagumi).
2.      Model simbolik (symbolic model)
Model adalah tokoh yang dilihat melalui film, video, atau media lain.
3.      Model ganda (multiple model)
Model ini hanya bisa diterapkan dalam situasi kelompok, dimana seorang anggota dari suatu kelompok mengubah dan mempelajari sikap baru setelah ia mengamati bagaimana orang lain dalam kelompoknya bersikap.

D. TAHAP BELAJAR MELALUI MODELING
Ada empat tahap belajar melalui pengamatan perilaku orang lain (modeling),yang dapat dideskripsikan sebagai berikut (woolfok, 1995) :
1.      Tahap Perhatian (atensi)
Dalam belajar melalui pengamatan , seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada suatu model yaitu  bahwa perilaku yang baru tidak bisa diperoleh kecuali jika perilaku tersebut diperhatikan dan dipersepsi secara cermat. Pada dasarnya proses perhatian (atensi) ini dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain ciri – ciri dari perilaku yang diamati dan ciri – ciri dari pengamat. Ciri – ciri perilaku yang mempengaruhi atensi adalah kompleksitasnya dan relevansinya. Sedangkan ciri pengamat yang berpengaruh pada proses atensi adalah ketrampilan mengamati, motivasi, pengalaman sebelumnya dan kapasitas sensori.
2.      Tahap Retensi
Belajar melalui pengamatan terjadi berdasarkan kontinuitas. Dua kejadian yang diperlukan terjadi berulang kali adalah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolok dari penampilan itu dalam memori jangka panjang. Jadi untuk dapat meniru perilaku suatu model ,seseorang harus mengingat perilaku yang diamati. Menurut bandura (dalam Dahar, 1989) peranan kata- kata, nama, atau bayangan yang kuat dikaitkan dengan kegiatan – kegiatan yang dimodelkan sangat penting dalam mempelajari dan mengingat perilaku. Karena pada dasarnya dalam tahap ini, terjadi pengkodean perilaku secara simbolik menjadi kode – kode visual dan verbal serta penyimpanan kode – kode tersebut dalam memori jangka panjang sehingga terjadi proses kognitif dari pengamat untuk memperoleh gambaran perilaku yang diamati.
3.      Tahap Reproduksi
Pada tahap ini model dapat melihat apakah komponen – komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh pengamat. Agar seseorang dapat memproduksi perilaku model dengan lancar dan mahir, diperlukn latiha berulang kali, dan umpan balik terhadap perilaku yang ditiru. Umpan balik segera mungkin terhadap aspek – aspek yang salah menghindarkan perilaku keliru tersebut berkembang menjadi kebiasaan yang tak diinginkan.
4.      Tahap Motivasi dan Penguatan
Penguatan memegang peranan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan memperoleh pengutan pada saat meniru tindakan suatu model, maka ia akan lebih termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat dan memproduksi perilaku tersebut. Disamping itu, penguatan penting dalam mempertahankan pembelajaran.  

E. DIRI SEBAGAI MODEL
Menurut Hosford dan Visser (dalam Cormier, 1985) yang dimaksud dengan diri sebagai model adalah suau prosedur dimana klien melihat dirinya sebagai model dengan cara menampilkan perilaku tujuan yang diharapkan. Klien menampilkan perilaku kemudian direkam. Mengapa klien bertindak sebagai model? Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa :
-          Karakteristik model seperti prestise, status, umur, jenis kelamin, dan etnis mempunyai pengaruh yang berbeda pada klien (bandura, 1969:1971)
-          Bagi beberapa orang, mengamati orang lain bahkan dengan seseorang yang memiliki karakteristik serupa menimbulkan reaksi negative (McDonald, 1973)
-          Beberapa orang dapat mengikuti dan memperhatikan secara lebih baik saat melihat atau mendengarkan diri mereka sendiri di tape atau kamera (Hosford, Moss dan Morrell, 1976)
Empat langkah dalam prosedur diri sebagai model, sebagaimana yang dikembangkan oleh Hosford dan Visser (1974) yang meliputi :
1.      Rasional Perlakuan
Seteah klien dan konselor meninjau ulang dan perilaku yang ingin diubah melalui konseling, konselor dapat menyajikan suatu rasional perlakuan terhadap diri sebagai model bagi klien. Konselor dapat memberikan rasional sebagai berikut :
“apa yang akan kita lakukan adalah mengubah perilaku kita melalui pengamatan terhadap diri sendiri bukan pengamatan terhadap orang lain. Caranya, kita akan membuat rekaman terhadap perilaku yang diharapkan. Selanjutnya, saya akan memberikan umpan balik terhadap penampilan anda.
Saya pikIr dengan melihat tampilan dan latihan diri sendiri, anda akan memperoleh kemampuan-kemampuan yang diharapkan.”  Konselor dapat menambahkan rasional tersebut, misalnya : “melihat diri sendiri menampilkan perilaku akan memberikan anda keyakinan bahwa anda mampu memperoleh kemampuan-kemampuan itu.”
2.      Merekam Perilaku yang diharapkan
Perilaku-perilaku tujuan direkam terlebih dahulu pada tape recorder atau video. Misal, seorang klien yang ingin memperoleh kemampuan mengungkapkan opini/pendapat dengan nada suara yang tegas dan kuat, mengungkap pendapat tanpa kesalahan bicara, memberi jawaban terhadap pertanyaan orang lain dengan lancar. Kemudian konselor dan klien mulai merekam klien saat mengungkapkan pendapat kepada orang lain dengan suara tegas dan kuat. Konselor dapat menganjurkan klien nntuk memperoleh rekaman perilaku secara langsung di lapangan (in vivo). Keuntungan dari rekaman ini adalah contoh-contoh perilaku klien yang sebenarnya diperoleh dalam situasi kehidupan nyata.
Langkah selanjutnya konselor melakukan editing, konselor akan mengedit rekaman audio tape atau videotape supaya klien melihat atau mendengar hanya perilaku tujuan yang tepat. Hosford, dkk (1976) menganjurkan bahwa perilaku yang tidak tepat dihapus saja dari tape, dan tape hanya berisi jawaban yang diharapkan. Tujuan editing ini adalah menyediakan klien suatu model yang positif atau yang meningkatkan diri. Konselor melakukan editing terhadap bagian tape pada saat klien tidak mengungkapkan pendapat secara tegas dan kuat, dan membiarkan rekaman yang menunjukkan klien menyatakan pendapat dengan tegas dan kuat. Bagi klien yang gagap, bagian bicara yang gagap dihapus.

3.      Mendemonstrasikan Tape yang Diedit
Setelah rekaman diedit, konselor dapat menyajikannya kepada klien. Dengan berkata “dengarkan dan perhatikan dalam percakapan itu, anda dapat berbicara dengan lancar tanpa gagap.” Kemudian konselor dan klien memutar tape. Jika rekaman panjang, dapat dihentikan sewaktu-waktu untuk mendapatkan reaksi klien. Pada saat dihentikan, konselor dapat memberkan dorongan dan umpan balik yang positif bagi klien guuna mendemonstrasikan perilaku yang diharapkan. Setelah tape diputar, klien harus mempraktekkan perilaku yang telah didemonstrasikan dalam tape. Agar berhasil, konseor memberikan ganjaran dan memperbaiki kesalahan.

4.      Tugas Rumah : Observasi Diri dan Prktek
Ketika tape yang diedit digunakan secara bersamaan dengan praktek di luar interview, konselor mengistruksikan kepada klien untuk menggunakan audiotape model diri sebagai alat bantu tugas rumah dengan mendengarkannya setiap hari. Setelah tape di putar, klien harus mempraktekkan perilaku target baik secara sembunyi-sembunyi atau terbuka. Klien dapat pula diinstruksikan untuk mempraktekkan perilaku tanpa tape. Sebagaimana halnya dengan tugas rumah, konselor harus mengatur tindak lanjutnya setelah klien menyelesaikan beberapa bagian dari tugas rumah.
E.    Modeling Simbolis
Dalam modeling simbolis, model disajikan melalui bahan-bahan tertulis, audio, video, film atau slide. Modeling simbolis dapat disusun untuk klien secara individu, juga dapat distandardisasikan untuk kelompok klien. Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam mengembangkan startegi modeling simbolis:
1.      Karakteristik klien (pengguna model)
Dalam mengembangkan strategi modeling simbolis, hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah karakteristik klien atau orang-orang yang akan menggunakan model. Misalnya dalam hal usia, jenis kelamin dan kebiasaan. Contoh: reeder dan kunce (dalam Cormier, 1985) menggunakan pasien-pasien lama sebagai model simbolis untuk mengatasi kecanduan narkoba.
2.      Perilaku tujuan yang akan dimodelkan
Setelah memahami karakteristik klien, hal kedua yang harus dipertimbangkan dan ditetapkan konselor adalah perilaku yang akan dimodelkan. Untuk mengetahui apakah suatu model atau serangkaian model tersebut bisa dikembangkan, konselor harus menyusun 3 pertanyaan yaitu:
a.       Perilaku-perilaku apa yang akan dimodelkan?
b.      Apakah perilaku atau aktivitas itu harus terbagi dalam urutan kemampuan dariyang kurang komplek ke yang kompleks?
c.       Bagaimana seharusnya kemampuan itu di atur?
Contoh: Gresman & Nagle (1980) menggunakan anak perempuan berusia 9 tahun dan anak laki-laki berusia 10 tahun sebagai model video tape yang memperhatikan kemampuan social seperti partisipasi, kerjasama, komunikasi, persahabatan, memulai dan menerima secara positif interaksi dengan teman sebaya.
3.      Media
Media merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menampilkan suatu model. Media ini dapat berupa media tulis seperti buku dan komik, serta media audio video. Pemilihan media ini bergantung pada tempat, dengan siapa dan bagaimana model itu akan digunakan.





4.      Isi tampilan atau presentasi
Terdapat 5 hal yang harus termuat dalam naskah yang menggambarkan isi tampilan atau presentasi modeling, yaitu:
a.       Instruksi
Instruksi merupakan hal yang memuat penjelasan singkat, yang akan membantu klien untuk mengenali prosedur pelaksanaan beserta komponen-komponen dari strategi yang akan digunakan. Instruksi juga dapat menggambarkan tipe dan model yang akan diperankan, misalnya konselor memberi tahu bahwa “orang yang akan Anda lihat atau dengar serupa dengan dirimu”.
b.      Modeling
Modeling merupakan bagian yang menyajikan pola-pola perilaku secara terencana dan berurutan, yang di dalamnya memuat gambaran tentang perilaku atau aktivitas yang dimodelkan serta dialog-dialog modelnya.
c.       Praktik
Pengaruh modeling dimungkinkan menjadi lebih besar jika penampilan model tersebut diikuti dengan kesempatan untuk praktik. Dalam modeling simbolis kesempatan bagi klien untuk mempraktikkan apa yang telah mereka baca, dengar atau lihat pada peragaan model harus ada.
d.      Umpan balik
Setelah klien mempraktekkan dalam waktu yang cukup memadai, maka umpan balik perlu diberikan. Klien harus dilatih untuk mengulangi modeling dan mempraktikkan perilaku yang dirasakan masih sulit.
e.       Ringkasan
Hal yang memuat tentang ringkasan dari apa yang dimodelkan dan apa pentingnya klien untuk memperoleh perilaku-perilaku tersebut.
5.      Uji Coba
Uji coba merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan model simbolis yang telah disusun. Uji coba ini dapat dilakukan pada teman sejawat atau kelompok sasaran. Beberapa hal yang harus diuji cobakan meliputi penggunaan bahasa, urutan perilaku, model, waktu praktek dan umpan balik.




F.     LANGKAH-LANGKAH MODELING SIMBOLIS.
Ada 5 langkah dalam modeling simbolis, yaitu:
1.      Rasionel
Pada tahap ini konselor memberikan penjelasan atau uraian singkat tentang tujuan, prosedur dan komponen-komponen strategi yang akan digunakan dalam proses konseling.
2.      Memberi Contoh
Pada tahap ini konselor memberikan contoh kepada klien berupa model yang disajikan dalam bentuk video atau media lainnya, dimana perilaku model yang akan diperlihatkan telah disetting untuk ditiru oleh klien.
3.      Praktek/ Latihan
Pada tahap ini, klien akan diminta untuk mempraktikkan setelah ia memahami perilaku model yang telah disaksikan. Biasanya praktik atau latihan ini mengikuti suatu urutan yang telah disusun. Dalam hal ini, konselor dapat menggunakan 3 kriteria yang diajukan oleh Lazarus untuk menentukan keberhasilan latihan, yaitu:
1.      Klien mampu melakukan respon tanpa perasaan cemas.
2.      Sikap/ perilaku klien secara umum mendukung kata-katanya.
3.      Kata-kata atau tindakan klien tampak wajar dan masuk akal.
4.      Pekerjaan Rumah
Pada tahap ini konselor memberikan pekerjaan rumah kepada klien yang berisi tentang 6 komponen yaitu: apa yang akan dikerjakan oleh klien, kapan perilaku itu harus dilakukan, dimana tingkah laku tersebut dilakukan, bagaimana mencatat tingkah laku tersebut dan membawa hasil pekerjaan rumah ke pertemuaan selanjutnya.
5.      Evaluasi
Pada tahap ini konselor bersama dengan konseli mengevaluasi apa saja yang telah dilakukan, serta kemajuan apa saja yang telah dirasakan klien selama proses konseling. Selain itu, konselor juga harus  memberikan motivasi untuk terus mencoba dan mempraktikkan apa yang telah klien dapat.





BAB III
PENUTUP

A.    kesimpulan
Strategi modeling adalahsuatustrategidalamkonseling yang menggunakan proses belajarmelaluipengamatanterhadap model danperubahanperilaku yang terjadikarenapeniruan.
1 .      Macam-macam modeling menurut Corey (1999):
a.       Model yang nyata (live model),
b.      Model simbolik (symbolic model)
c.       Model ganda (multiple model)
2.      Dalam modeling simbolis, model disajikanmelaluibahan-bahantertulis, audio, video, film atau slide. Modeling simbolisdapatdisusununtukkliensecaraindividu, jugadapatdistandardisasikanuntukkelompokklien.
3.      Unsur-unsur yang harusdiperhatikandalammengembangkanstartegi modeling simbolis:
1)      Karakteristikklien (pengguna model)
2)      Perilakutujuan yang akandimodelkan
3)      Media
4)      Isi tampilanataupresentasi
5)      Ujicoba
5.      Media inimerupakanlandasanpembentukanpengertiandengantujuanmempengaruhipenerimapesanuntukbertindaksesuaidengantujuandarikomunikasitersebut.
6.      Lima hal yang harustermuatdalamnaskah yang menggambarkanisitampilanataupresentasi modeling:
a.       Instruksi                                        d.  UmpanBalik
b.      Modeling                                       e.   Ringkasang
c.       Praktik
7.       Langkahdalam modeling simbolis, yaitu:
1)      Rasionel                                        4)   PekerjaanRumah
2)      MemberiContoh                            5)   Evaluasi
3)      Praktek/ Latihan

1 komentar:

  1. sangat membantu sekali informasinya, bisa minta sumber bukunya dari mana? saya lagi penelitian terkait dengan materi modleing

    BalasHapus