Di dalam
proses konseling, konselor adalah orang yang amat bermakna bagi seorang
konseli. Konselor menerima konseli apa adanya dan bersedia dengan sepenuh hati
membantu konseli mengatasi masalahnya sekalipun dalam situasi yang kritis.
Keadaan seperti itulah yang menjadi alasan semua ahli konseling menempatkan
peran konselor pada posisi yang amat strategis dalam upaya “menyelamatkan”
konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang. Semua pendekatan dan ahli konseling menganggap bahwa konselor
adalah pihak yang amat menentukan bagi keberhasilan proses konseling.
Mengingat
pentingnya peran yang diemban konselor, maka untuk menopang tugasnya konselor
harus memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai, yaitu pribadi yang penuh
pengertian dan selalu mendorong orang lain untuk bertumbuh. Kepribadian
konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara
pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan ketrampilan terapetik. Ketika titik
tumpu ini kuat, pengetahuan dan ketrampilan bekerja secara seimbang dengan
kepribadian akan berpengaruh pada perubahan perilaku positif dalam konseling.
Keberhasilan konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor
dibanding kecermatan teknik.
Ketika
konselor menyetujui peranannya untuk membantu konseli, sekaligus konselor
menyetujui untuk mencurahkan segenap energi dan kemampuannya membantu
konselinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Karena itu konselor merupakan
“pribadi yang esensial dalam kehidupan konseli (Pietrofesa, 1978).
Comb dalam
George dan Christiani (1991) mengungkapkan bahwa faktor personal konselor tidak
hanya bertindak sebagai pribadi semata tetapi dijadikan sebagai instrumen dalam
meningkatkan kemampuan membantu konselinya (self instrument). Untuk
menopang peran sebagai konselor yang efektif, dia perlu mengetahui apa dan
siapa “pribadinya”. Kesadaran konselor terhadap personalnya akan menguntungkan
konseli.Dimensi personal yang harus disadari konselor dan perlu dimiliki adalah
spantanitas; fleksibilitas; konsentrasi; keterbukaan; stabilitas emosi;
berkeyakinan akan kemmapuan untuk berubah; komitmen pada rasa kemanusiaan;
kemauan membantu konseli mengubah lingkungannya; pengetahuan konselor;
totalitas.
Konselor
harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi petugas helper lain.Konselor
adalah pribadi yang penuh pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh.
Carlekhuff menyebutkan 9 ciri kepribadian yang harus ada pada konselor, yang
dapat menumbuhkan orang lain:
1. Empati (Empaty)
Empati
adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan
dialami orang lain.Konselor yang empatinya tinggi akan menampakkan sifat
bantuan yang nyata dan berarti dengan konseli.
2. Rasa Hormat (Respect)
Respect secara
langsung menunjukkan bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli
sebagai manusia. Konselor menerima kenyataan bahwa setiap konseli mempunyai hak
untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan dan mampu membuat keputusan
sendiri.
3. Keaslian
(genuiness).
Genuiness merupakan
kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam nyata Konselor
yang genuine selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada
pertentangan antara apa yang ia katakan dengan apa yang ia lakukan. Tingkah
lakunya sederhana, lugu dan wajar. Keaslian merupakan salah satu dasar relasi
antara konseli dan konselor, dan merupakan sarana yang membantu konseli
mengembangkan dirinya secara konstruktif menjadi diri sendiri yang lebih
dewasa.
4. Konkret (Concreteness)
Kemampuan
konselor untuk menkonkritkan hal-hal yang samar-samar dan tak jelas mengenai
pengalaman dan peristiwa yang diceritakan konseli termasuk ekspresi-ekspresi
perasaan yang spesifik yang muncul dalam komunikasi mereka. Seorang konselor
yang memiliki concreteness tinggi selalu mencari jawaban mengenai apa,
mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi dan selalu
berusaha mencegah konseli lari dari kenyataan yang sedang dihadapi.
5.
Konfrontasi (Confrontation)
Dalam
konseling konfrontasi mengandung pengertian yang sangat berbeda dan tidak ada
kaitannya dengan tindakan menghukum. Konfrontasi terjadi jika terdapat
kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau
antara apa yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang telah ia katakan
sebelumnya.
6. Membuka
Diri (Self Disclosure)
Self
Disclosure adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman
pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri
dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti , sesuai dengan
permasalahan konseli. Makna dibalik sikap terbuka mengungkapkan pengalaman
pribadi ialah bahwa konselor ingin menunjukkan kepada konseli bahwa konselor
bukanlah seorang pribadi yang berbeda dengan konseli, melainkan manusia biasa
yang juga mempunyai pengalaman jatuh bangun dalam hidup.
7. Kesanggupan
(Potency)
Potency dinyatakan
sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari
kualitas pribadi konselor (Wolf, 1970). Konselor yang memiliki sifat potency
ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia mampu
menguasai dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa aman kepada
konseli.Konselor yang rendah potency nya, tidak mampu membangkitkan rasa
aman pada konseli dan konseli enggan mempercayainya.
8. Kesiapan
(Immediacy)
Immediacy adalah
sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada
waktu kini dan di sini (Colingwood & Renz, 1969). Tingkat immediacy
yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan
antar pribadi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.Immediacy
merupakan variabel yang sangat penting karena menyediakan kesempatan untuk
menggarap berbagai masalah konseli, sehingga konseli dapat mengambil manfaat
melalui pengalaman ini.
9.
Aktualisasi Diri (Self Actualization)
Penelitian
membuktikan bahwa Self Actualization mempunyai korelasi tinggi dengan
keberhasilan konseling (Foulds, 1969). Self Actualization dapat
dipergunakan konseli sebagai model . Secara tidak langsung Self
Actualization menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi
kebutuhannya, karena ia memiliki kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan
hidupnya. Konselor yang dapat Self Actualization memiliki kemampuan
mengadakan hubungan sosial yang hangat (warmth), intim, dan secara umum
mereka sangat efektif dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kualitas kepribadian konselor sangat menentukan keberhasilan
konseling. Oleh karena itu untuk menjadi konselor harus dipilih
individu-individu yang memang memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai seperti
yang dianjurkan para ahli di bidang konseling. Bila memungkinkan para calon
konselor itu harus diseleksi tidak hanya kemampuan akademisnya tetapi juga
kualifikasi kepribadiannya dengan melaksanakan tes kepribadian bagi mereka.
semoga kita semua bisa memilikinya..
BalasHapusaminnnnnnn
Hapusaaamiinn yaa rabbbbbb
BalasHapussemoga kita semua mempunyainya..
BalasHapusamin...
minimal kita sudah memiliki dasarnya yaitu ambil jurusan BK...
BalasHapussipppzzz....
BalasHapusbaguss siipp
BalasHapusya.. cukup wat referensi
BalasHapus