Sabtu, 11 Mei 2013

RASA CINTAKU



Kau tiba-tiba hadir dan isi hatiku yang kosong...
Hanya kau yang ada dipikiranku sekarang...
Aku tak tau bagaimana caramu mengisi hatiku...
Engkau sungguh membuatku tak mengerti...
Rasanya hatiku jadi tak menentu...
Untukku kau sangat berharga...
Lihatlah diriku ini yang berjuang untuk cintamu...

Aku sangat mencintaimu
Namun kau tak pernah sadari itu
Walau perih hati ini...
Aku disini kan selalu setia menantimu...
Rasakanlah cintaku ini begitu besar untukmu....
Dan mungkin seandainya nanti
Mentari tak bersinar lagi
Kau tetap dan s'lalu disisi
Menemaniku dalam indahnya surgawi

Pandangan pertama



Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesadarannya.
Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.
Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.
Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-hari
yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesadaran yang dilakukan
malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan
misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.

Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang tinggi.
Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan
memeliharanya, dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.

Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan
air mengalir menuju syurga dan bumi.
Pandangan pertama dari sahabat
kehidupan menggemakan kata-kata Tuhan, "Jadilah, maka terjadilah ia"

Senin, 06 Mei 2013

Mengatasi Kesedihan


Kita semua pernah merasakan kehilangan, namun ketika kita kehilangan sesuatu yang sangat berarti dalam hidup kita -- saat kita kehilangan ikatan dengan seseorang atau binatang kesayangan, pekerjaan yang sangat berarti, tujuan yang sangat penting, atau bahkan mungkin kehilangan pondasi iman -- maka kita mengalami perasaan putus asa, tidak percaya, dan kesepian. Jika Anda kehilangan seseorang yang istimewa, rasa sakitnya bisa jadi besar sekali, seolah-olah Anda terjerumus ke dalam jurang yang dalam dan ditinggalkan. Anda mungkin merasakan kesedihan yang mendalam, bagaimana Anda bisa bertahan, bagaimana Anda dapat kembali mempercayakan kasih Anda kepada orang lain.
Hidup seakan menjadi tidak nyata setelah kehilangan sesuatu yang sangat berarti. Belajar bagaimana cara menghadapinya, terlibat di dalamnya, dan masuk kembali ke dunia nyata ketika kita merasa sangat kesepian dan sedih adalah sebuah perjuangan yang terjadi dengan tingkat yang berbeda pada masing-masing orang. Meskipun tampaknya mustahil, ada beberapa hal yang spesifik yang dapat Anda kerjakan sekarang untuk membantu Anda melewati masa-masa sulit setelah kehilangan sesuatu yang amat berarti itu. Berikut ini 12 ide yang bisa Anda gunakan.
1.      Sediakanlah ruang dan waktu Jiwa Anda butuh waktu untuk pemulihan.
Berilah ruang bagi diri Anda sendiri. Kurangi harapan-harapan Anda. Santai. Artinya jangan menyiksa diri Anda jika proyek-proyek atau tujuan-tujuan tak terlaksana seperti yang diharapkan.
2.      Ceritakanlah.
Carilah teman dekat untuk mencurahkan perasaan Anda. Sangat penting untuk melepaskan kesedihan Anda dengan orang lain. Manusia diciptakan untuk menjadi makhluk sosial. Namun imbangilah hal ini dengan menyisihkan waktu dan ruang untuk sendirian.
3.      Katakanlah "Selamat tinggal".
Buatlah sebuah surat perpisahan kepada seseorang yang telah meninggalkan Anda. Itu adalah salah satu jenis penghilangan emosi yang dapat membantu proses penyembuhan. Namun jangan dipaksakan. Lakukanlah bila Anda merasa bahwa apa yang Anda lakukan itu baik.
4.      Kenanglah.
Kumpulkan semua benda kenangan Anda bersama orang yang Anda cintai yang berupa foto, hadiah-hadiah, surat-surat dan kartu-kartu. Tunjukkan koleksi tersebut kepada orang lain untuk mambantu Anda mencurahkan perasaan Anda.
5.      Menangislah.
Menangislah jika Anda sudah siap. Anda mungkin dalam keadaan shock dan penyangkalan serta bahkan tidak merasakan kesedihan selama beberapa waktu, jam-jam pertama atau kadang-kadang bahkan beberapa hari setelah kehilangan. Namun ketika saatnya emosi mulai muncul, biarkan air mata Anda mengalir.


6.      Pergilah Keluar!
Habiskan waktu untuk minum teh atau kopi di kafe, berkeliling di toko buku, atau jalan-jalan di pertokoan/di taman.
7.      Dapatkan Dukungan.
Bicaralah dengan orang-orang yang dalam hidupnya sudah pernah mengalami kehilangan.
8.      Ampunilah.
Anda mungkin berpikir atau mengatakan "Saya seharusnya.... Saya seharusnya tidak.... Saya dapat.... Jika saja saya dapat...." Pikiran-pikiran tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan hanya akan membuat Anda gila.
Tak ada manusia yang sempurna, jadi ampunilah diri Anda sendiri dan orang lain.
9.      Mencari Pelarian.
Pelarian bisa jadi hal yang sehat dalam dosis yang pas dan bisa disalurkan dalam berbagai bentuk. Misalnya, seseorang yang dalam keadaan tertekan, dia menghabiskan banyak waktu untuk tidur. Hal ini sebenarnya merupakan bentuk mekanisme pertahanan tubuh. Jadi carilah pelarian! Pergilah menonton ke bioskop, lakukanlah hobi baru, banyaklah tidur siang atau lakukanlah suatu perjalanan.
10.  Berdoalah.
Baca dan renungkanlah Kitab Suci yang anda anut. Dan berharap agar apa yang anda alami dapat segera terselesaikan.
11.  Singkirkanlah yang negatif.
Hentikan pikiran-pikiran negatif -- ingat, pikiran-pikiran itu mengubah unsur-unsur kimia dalam otak Anda menjadi hal-hal yang lebih buruk. Berhatilah-hatilah berada diantara orang-orang yang negatif. Jika memungkinkan, menjauhlah dari keadaan yang membuat Anda sedih (lihat "Larilah").
12.  Berolahragalah.
Jangan mengabaikan tubuh Anda. Sekali-sekali, pergilah ke pusat kebugaran, dimana Anda akan dikelilingi oleh banyak orang. Olah raga memperbaiki penghargaan diri dan menghasilkan hormon-hormon positif dalam tubuh Anda. Kenikmatan yang timbul saat endorfin untuk dilepaskan selama berolahraga dapat memberikan hasil yang mengagumkan.

Sikap Manusia


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari orang lain karena sebagai manusia kita termasuk makhluk social artinya tidak seorang pun yang dapat hidup tanpa orang lain, oleh karena itulah kita perlu bersikap baik terhadap orang lain, sikap- sikap agar kita dapat disukai oleh orang lain anatara lain adalah:
1.      Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Perhatian Kepada Orang Lain.
Diantara bentuk perhatian kepada orang lain, ialah mengucapkan salam, menanyakan kabarnya, menengoknya ketika sakit, memberi hadiah dan sebagainya. Manusia itu membutuhkan perhatian orang lain. Maka, selama tidak melewati batas-batas syar’i, hendaknya kita menampakkan perhatian kepada orang lain. seorang anak kecil bisa berprilaku nakal, karena mau mendapat perhatian orang dewasa. orang tua kadang lupa bahwa anak itu tidak cukup hanya diberi materi saja. Merekapun membutuhkan untuk diperhatikan, ditanya dan mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Apabila kasih sayang tidak didapatkan dari orang tuanya, maka anak akan mencarinya dari orang lain.
2.       Manusia Suka Kepada Orang Yang Mau Mendengar Ucapan Mereka.
Kita jangan ingin hanya ucapan kita saja yang didengar tanpa bersedia mendengar ucapan orang lain. kita harus memberi waktu kepada orang lain untuk berbicara. Seorang suami –misalnya-ketika pulang ke rumah dan bertemu istrinya, walaupun masih terasa lelah, harus mencoba menyediakan waktu untuk mendengar istrinya bercerita. Istrinya yang ditinggal sendiri di rumah tentu tak bisa berbicara dengan orang lain. Sehingga ketika sang suami pulang, ia merasa senang karena ada teman untuk berbincang-bincang. Oleh karena itu, suami harus mendengarkan dahulu perkataan istri. Jika belum siap untuk mendengarkannya, jelaskanlah dengan baik kepadanya, bahwa dia perlu istirahat dulu dan nanti ceritanya dilanjutkan lagi.
Contoh lain, yaitu ketika teman kita berbicara dan salah dalam bicaranya itu, maka seharusnya kita tidak memotong langsung, apalagi membantahnya dengan kasar. kita dengarkan dulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian kita jelaskan kesalahannya dengan baik.
3.      Manusia Suka Kepada Orang Yang Menjauhi Debat Kusir.
Allah berfirman. “Artinya: “Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, dan nasehat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang baik,” Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam kasetnya, menerangkan tentang ayat : “Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah”. Beliau berkata, “manusia tidak suka kepada orang yang berdiskusi dengan hararah (dengan panas). Karena umumnya orang hidup dengan latar belakang……..dan pemahaman yang berbeda dengan kita dan itu sudah mendarah daging……..sehinnga para penuntut ilmu, jika akan berdiskusi dengan orang yang fanatik terhadap madzhabnya, (maka) sebelum berdiskusi dia harus mengadakan pendahuluan untuk menciptakan suasana kondusif antara dia dengan dirinya. target pertama yang kita inginkan ialah agar orang itu mengikuti apa yang kita yakini kebenarannya, tetapi hal itu tidaklah mudah. Umumnya disebabkan fanatik madzhab, mereka tidak siap mengikuti kebenaran. target kedua, minimalnya dia tidak menjadi musuh bagi kita. Karena sebelumnya tercipta suasana yang kondusif antara kita dengan dirinya. Sehingga ketika kita menyampaikan yang haq, dia tidak akan memusuhi kita disebabkan ucapan yang haq tersebut. Sedangkan apabila ada orang lain yang ada yang berdiskusi dalam permasalahan yang sama, namun belum tercipta suasana kondusif antara dia dengan dirinya, tentu akan berbeda tanggapannya.
4.      Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberikan Penghargaan Dan Penghormatan Kepada Orang Lain.
Nabi mengatakan, bahwa orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua, dan yang lebih tua harus menyayangi yang lebih muda. Permasalahan ini kelihatannya sepele. Ketika kita shalat di masjid……namun menjadikan seseorang tersinggung karena dibelakangi. Hal ini kadang tidak sengaja kita lakukan. Oleh karena itu, dari pengalaman kita dan orang lain, kita harus belajar dan mengambil faidah. Sehingga bisa memperbaiki diri dalam hal menghormati orang lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung, jangan kita lakukan kepada orang lain. Bentuk-bentuk sikap tidak hormat dan pelecehan, harus kita kenali dan hindarkan.
Misalnya, ketika berjabat tangan tanpa melihat wajah yang diajaknya. Hal seperti itu jarang kita lakukan kepada orang lain. Apabila kita diperlakukan kurang hormat, maka kita sebisa mungkin memakluminya. Karena-mungkin-orang lain belum mengerti atau tidak menyadarinya. Ketika kita memberi salam kepada orang lain, namun orang tersebut tidak menjawab, maka kita jangan langsung menuduh orang itu menganggap kita ahli bid’ah atau kafir. Bisa jadi, ketika itu dia sedang menghadapi banyak persoalan sehingga tidak sadar ada yang memberi salam kepadanya, dan ada kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kalau perlu didatangi dengan baik dan ditanyakan,agar persoalannya jelas. Dalam hal ini kita dianjurkan untuk banyak memaafkan orang lain.
Allah berfirman.“Artinya: “Terimalah apa yang mudah dari akhlaq mereka dan perintahkanlah orang lain mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf : 199]
5.      Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk Maju.
Sebagai seorang muslim, seharusnya senang jika saudara kita maju, berhasil atau mendapatkan kenikmatan, walaupun secara naluri manusia itu tidak suka, jika ada orang lain yang melebihi dirinya. Naluri seperti ini harus kita kekang dan dikikis sedikit demi sedikit. Misalnya, bagi mahasiswa. Jika di kampus ada teman muslim yang lebih pandai daripada kita. Maka kita harus senang. Jika kita ingin seperti dia, maka harus berikhtiar dengan rajin belajar dan tidak bermalas-malasan. Berbeda dengan orang yang dengki, tidak suka jika temannya lebih pandai dari dirinya. Malahan karena dengkinya itu dia bisa-bisa memboikot temannya dengan mencuri catatan pelajarannya dan sebagainya.
6.      Manusia Suka Kepada Orang Yang Tahu Berterima Kasih Atau Suka Membalas Kebaikan.
Hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan ucapan terima kasih atau balasan dari manusia jika kita berbuat kebaikan terhadap mereka. Akan tetapi hendaklah tidak segan-segan untuk mengucapkan terima kasih dan membalas kebaikan yang diberikan orang lain kepada kita.
7.      Manusia Suka Kepada Orang Yang Memperbaiki Kesalahan Orang Lain Tanpa Melukai Perasaannya.
Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan ungkapan kata-kata yamg tidak menyakiti perasaan orang lain dan tetapSampai kepada tujuan yang diinginkan. Dalam sebuah buku diceritakan, ada seorang suami yang memberikan ceramah dalam suatu majelis dengan bahasa yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa dipahami oleh yang mengikuti majelis tersebut. Ketika pulang, dia menanyakan pendapat istrinya tentang ceramahnya. Istrinya menjawab dengan mengatakan, bahwa jika ceramah tersebut disampaikan di hadapan para dosen, maka tentunya akan tepat sekali.
Ucapan itu merupakan sindiran halus, bahwa ceramah itu tidak tepat disampaikan di hadapan hadirin saat itu, dengan tanpa mengucapkan perkataan demikian. Hal ini bukan berarti kita harus banyak berbasa-basi atau bahkan membohongi orang lain. Namun hal ini agar tidak melukai perasaan orang, tanpa kehilangan maksud untuk memperbaikinya.

Menghargai Diri Sendiri


Sebelum kita bisa menghargai orang lain kita harus terlebih dahulu menghargai diri sendiri. Sering kali kita lebih menghargai orang lain dari pada diri sendiri. Sikap ini membuat kita menjadi “minder" dan bahkan mungkin enggan berinteraksi dengan orang lain.
Tentu saja sikap “minder” akan merugikan diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Sebab kita tidak bisa membuat diri kita berharga bagi orang lain dan mendedikasikan talenta ataupun keterampilan kita bagi orang-orang di sekitar kita. Untuk mengatasi sikap minder tersebut ada satu syarat, yakni menghargai diri sendiri. Bagaimana caranya? Simak yang berikut.
1.      Kenali Diri
Mengenali diri merupakan bagian tersulit dalam proses menghargai diri. Mengenali diri merupakan sebuah proses yang menuntut kejujuran kita dalam melihat dan mengevaluasi diri. Hanya dengan kejujuran inilah kita bisa mengidentifikasi keunggulan kita dan hal-hal dalam diri kita yang masih perlu kita perbaiki ataupun kembangkan lebih lanjut.
Dengan mengenal diri kita dengan baik, kita bisa memilih strategi terbaik untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Jika kita telah mengenal diri dengan baik, kita bisa memahami kekuatan kita yang bisa kita “bagikan” kepada orang lain. Kita juga bisa memahami apa yang bisa kita pelajari dari orang lain.

2.      Menghargai Diri sebagai Ciptaan Tuhan
Menghargai diri sebagai ciptaan Tuhan membuat kita tetap rendah hati walaupun telah diberi kesempatan menikmati banyak kesuksesan. Menghargai diri sebagai ciptaan Tuhan juga dapat membuat kita lebih tegar dalam menyikapi kelemahan kita. Semua ciptaan Tuhan adalah sempurna menurut fungsi dan tanggung jawab yang kita emban dalam hidup ini.
Kita tidak perlu meratapi diri dalam menghadapi kelemahan yang tidak bisa diperbaiki. Kelemahan ini membuat kita mendapat kesempatan melihat hal-hal lain yang bisa kita lakukan bukan terpaku pada hal-hal yang tidak bisa kita lakukan lagi.
3.      Kenali Kekuatan Anda
Mungkin langkah ini merupakan langkah termudah. Namun, kita perlu jujur pada diri sendiri dalam mengenali kekuatan kita. Jangan biarkan fantasi kita mengaburkan pandangan kita untuk mengidentifikasi kekuatan kita. Jika kekuatan kita dalam bidang tarik suara tidak sedahsyat Ruth Sahanaya, kita harus jujur, sehingga kita bisa menyusun strategi untuk menghilangkan jurang kemampuan kita.
Kita bisa mengenali jenis suara kita, memperbaiki teknik bernyanyi, dan memilih jenis musik dan lagu yang cocok dengan karakter suara kita.
Jadi, yang perlu kita lakukan adalah menuliskan dengan jujur hal-hal yang bisa kita lakukan dengan baik dan seberapa baik kita bisa melakukan hal-hal tersebut dan apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas kekuatan kita ke tingkat profesional yang kita inginkan.
Ternyata, mengenali kekuatan kita tidak semudah yang kita bayangkan sebelumnya.
4.      Atasi Kelemahan Anda
Langkah yang satu ini sering kali sulit kita lakukan. Kita seringkali tidak mau mengakui kelemahan kita. Kita sering kali mengandalkan penilaian orang lain semata terhadap kelemahan kita. Padahal sebenarnya jika kita jujur, kitalah orang yang seharusnya lebih tahu kelemahan kita sendiri.
Jika kita jujur, kita mungkin mendapatkan bahwa kelemahan kita mungkin saja bukan kelemahan, tetapi kesalahan yang kita lakukan: kebiasaan buruk (misalnya: kebiasaan menunda pekerjaan, kebiasaan melakukan terlalu banyak pekerjaan dalam kurun waktu tertentu; sikap negatif (misalnya: lupa berterima kasih pada orang-orang yang telah banyak membantu, lebih suka melakukan segala sesuatu sendiri tanpa melibatkan orang lain); atau cara pandang yang salah terhadap kesuksesan dan strategi untuk meraih sukses.
5.      Kembangkan Diri Anda
Setelah kita mampu mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan kita, kita perlu membiarkan diri kita dibentuk menjadi lebih baik. Dalam hal ini kita tidak bisa melakukannya sendirian. Selain berusaha, kita perlu juga mengandalkan Sang Pencipta untuk membantu usaha pengembangan diri kita.
Kita juga perlu belajar dari orang lain yang bisa menjadi teladan kita, dan bekerja sama dengan orang lain yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih dalam dari kita. Jadi kuncinya adalah kerendahan hati untuk meminta bantuan orang lain untuk pengembangan diri kita.
Langkah pertama untuk sukses adalah menghargai diri sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa mengetahui bagaimana menghargai orang lain.

Istri Harus Taat Suami atau Orang Tua ????

Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan—sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu. Di saat bersamaan, ayah anda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya.

Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu.” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisi nya itu kepada Nabi SAW. Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, “Taatilah suami kamu.” Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami.

Kisah yang dinukil oleh at-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema.

Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al Jami’ fi Fiqh An Nisaa’ mengatakan seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya.

Namun, menurut Syekh Yusuf al- Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ke taatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama.

Oleh karena itu, imbuhnya, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun padanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pasca menikah maka saat itu juga, anaknya telah me ma suki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melain kan menjadi tanggung jawab suami. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se ba hagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita). (QS an-Nisaa’ [4]: 34).

Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini—dengan kemajuan teknologi—bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya.

Alqaradhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Mahakuasa.” (QS al-Furqan [25]: 54).

Ia menyebutkan beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwa yatkan oleh al-Hakim dan ditashih oleh al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah berta nya kepada Rasulullah, hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri? Rasulullah menjawab, “(hak) suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, sedang kan bagi suami hak siapakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “(Hak) ibunya.”

Kasih sayang Ibu


Suatu hari rumah rasulullah SAW kedatangan seorang ibu tengah baya bersama kedua putrinya. Ibu dan kedua anak tersebut dalam keadaan lapar. Mereka meminta sesuatu untuk mengisi perutnya kepada Aisyah yang sedang berada di rumah. Karena di rumah tidak ada sesuatu lagi yang bisa diberikan, kecuali hanya ada tiga butir kurma, maka Aisya pun memberikan kurma tersebut kepada mereka dengan harapan bahwa tiga butir kurma itu dapat dimakan oleh mereka bertiga. Sebutir seorang.

Dengan mengucapkan terima kasih, sang ibu menerima tiga butir kurma pemberian Siti Aisyah. Selanjutnya di hadapan Siti Aisyah itu juga, sang Ibu membagi kurma tersebut kepada kedua anaknya. Dengan penuh kasih sayang sebutir diberikan kepada anaknya yang di sebelah kanan, yang sebutir lagi diberikan kepada anaknya yang berada di sebelah kirinya. Dengan hati penuh bahagia sang ibu memperhatikan kedua anaknya yang masing-masing makan sebutir kurma. Tinggal-lah di tangan sang ibu tersisa sebutir kurma.

Ketika Ibu ini mau makan sebutir kurma yang ada di tangannya, tiba-tiba secara hampir bersamaan kedua anaknya meminta lagi sebutir kurma kepada ibu mereka, karena perutnya masih begitu lapar. Melihat kedua tangan anaknya yang dijulurkan kepadanya tanda mereka masih lapar, sebutir kurma yang sudah mau dimakan oleh sang ibu ini, tidak jadi dimakannya. Dengan hati penuh iba, dipenggalnya sebutir kurma itu menjadi dua bagian dengan tangannya yang agak gemetar karena menahan lapar. Kemudian diberikan kepada kedua anaknya. Sepenggal untuk anaknya yang ada di sebelah kanan, sepenggal lagi diberikan kepada anaknya yang ada di sebelah kirinya. Maka habislah tiga butir kurma itu. Tanpa sang ibu memakannya sama sekali. Dengan penuh kasih sayang ibu tersebut  memandangi kedua putrinya yang masing-masing makan sepenggal kurma miliknya.

Siti Aisyah tanpa terasa berkaca-kaca, begitu kagum melihat sebuah ’adegan’ yang terjadi di hadapannya itu. Seorang ibu dengan penuh kasih sayang rela menahan perut yang lapar demi cintanya terhadap kedua anaknya.

Kemudian Aisyah menceritakan kejadian tersebut kepada rasulullah. Apa jawab rasulullah? Beliau bersabda: ”Wanita tersebut (dijamin) masuk surga…”

Mengapa sang Ibu itu dijamin masuk surga oleh rasulullah?

Karena ketika memberikan sebutir kurma yang menjadi miliknya itu, si Ibu tidak terpikir untuk mendapat balasan dari perbuatannya. Ia tidak memikirkan bahwa perbuatannya itu akan menjadikan ia masuk surga. Yang penting baginya adalah bagaimana ia harus menolong anaknya dengan penuh kasih sayang. Justru inilah kuncinya. Kasih sayang murni seorang ibu terhadap buah hatinya yang tidak mengharap balas jasa. Surga buahnya.!

Seorang konselor dalam konseling



                  

Di dalam proses konseling, konselor adalah orang yang amat bermakna bagi seorang konseli. Konselor menerima konseli apa adanya dan bersedia dengan sepenuh hati membantu konseli mengatasi masalahnya sekalipun dalam situasi yang kritis. Keadaan seperti itulah yang menjadi alasan semua ahli konseling menempatkan peran konselor pada posisi yang amat strategis dalam upaya “menyelamatkan” konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Semua pendekatan dan ahli konseling menganggap bahwa konselor adalah pihak yang amat menentukan bagi keberhasilan proses konseling.
Mengingat pentingnya peran yang diemban konselor, maka untuk menopang tugasnya konselor harus memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai, yaitu pribadi yang penuh pengertian dan selalu mendorong orang lain untuk bertumbuh. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan ketrampilan terapetik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan ketrampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian akan berpengaruh pada perubahan perilaku positif dalam konseling. Keberhasilan konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor dibanding kecermatan teknik.
Ketika konselor menyetujui peranannya untuk membantu konseli, sekaligus konselor menyetujui untuk mencurahkan segenap energi dan kemampuannya membantu konselinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Karena itu konselor merupakan “pribadi yang esensial dalam kehidupan konseli (Pietrofesa, 1978).
Comb dalam George dan Christiani (1991) mengungkapkan bahwa faktor personal konselor tidak hanya bertindak sebagai pribadi semata tetapi dijadikan sebagai instrumen dalam meningkatkan kemampuan membantu konselinya (self instrument). Untuk menopang peran sebagai konselor yang efektif, dia perlu mengetahui apa dan siapa “pribadinya”. Kesadaran konselor terhadap personalnya akan menguntungkan konseli.Dimensi personal yang harus disadari konselor dan perlu dimiliki adalah spantanitas; fleksibilitas; konsentrasi; keterbukaan; stabilitas emosi; berkeyakinan akan kemmapuan untuk berubah; komitmen pada rasa kemanusiaan; kemauan membantu konseli mengubah lingkungannya; pengetahuan konselor; totalitas.
Konselor harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi petugas helper lain.Konselor adalah pribadi yang penuh pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff menyebutkan 9 ciri kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain:
1. Empati (Empaty)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami orang lain.Konselor yang empatinya tinggi akan menampakkan sifat bantuan yang nyata dan berarti dengan konseli.
2. Rasa Hormat (Respect)
Respect secara langsung menunjukkan bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Konselor menerima kenyataan bahwa setiap konseli mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan dan mampu membuat keputusan sendiri.
3. Keaslian (genuiness).
Genuiness merupakan kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam nyata Konselor yang genuine selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dengan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya sederhana, lugu dan wajar. Keaslian merupakan salah satu dasar relasi antara konseli dan konselor, dan merupakan sarana yang membantu konseli mengembangkan dirinya secara konstruktif menjadi diri sendiri yang lebih dewasa.
4. Konkret (Concreteness)
Kemampuan konselor untuk menkonkritkan hal-hal yang samar-samar dan tak jelas mengenai pengalaman dan peristiwa yang diceritakan konseli termasuk ekspresi-ekspresi perasaan yang spesifik yang muncul dalam komunikasi mereka. Seorang konselor yang memiliki concreteness tinggi selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi dan selalu berusaha mencegah konseli lari dari kenyataan yang sedang dihadapi.
5. Konfrontasi (Confrontation)
Dalam konseling konfrontasi mengandung pengertian yang sangat berbeda dan tidak ada kaitannya dengan tindakan menghukum. Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara apa yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang telah ia katakan sebelumnya.
6. Membuka Diri (Self Disclosure)
Self Disclosure adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti , sesuai dengan permasalahan konseli. Makna dibalik sikap terbuka mengungkapkan pengalaman pribadi ialah bahwa konselor ingin menunjukkan kepada konseli bahwa konselor bukanlah seorang pribadi yang berbeda dengan konseli, melainkan manusia biasa yang juga mempunyai pengalaman jatuh bangun dalam hidup.
7. Kesanggupan (Potency)
Potency dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor (Wolf, 1970). Konselor yang memiliki sifat potency ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia mampu menguasai dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa aman kepada konseli.Konselor yang rendah potency nya, tidak mampu membangkitkan rasa aman pada konseli dan konseli enggan mempercayainya.
8. Kesiapan (Immediacy)
Immediacy adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan di sini (Colingwood & Renz, 1969). Tingkat immediacy yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan antar pribadi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.Immediacy merupakan variabel yang sangat penting karena menyediakan kesempatan untuk menggarap berbagai masalah konseli, sehingga konseli dapat mengambil manfaat melalui pengalaman ini.
9. Aktualisasi Diri (Self Actualization)
Penelitian membuktikan bahwa Self Actualization mempunyai korelasi tinggi dengan keberhasilan konseling (Foulds, 1969). Self Actualization dapat dipergunakan konseli sebagai model . Secara tidak langsung Self Actualization menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya, karena ia memiliki kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Konselor yang dapat Self Actualization memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial yang hangat (warmth), intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas kepribadian konselor sangat menentukan keberhasilan konseling. Oleh karena itu untuk menjadi konselor harus dipilih individu-individu yang memang memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai seperti yang dianjurkan para ahli di bidang konseling. Bila memungkinkan para calon konselor itu harus diseleksi tidak hanya kemampuan akademisnya tetapi juga kualifikasi kepribadiannya dengan melaksanakan tes kepribadian bagi mereka.